berbagi cinta & makna

berbagi, berlari, hingga ajal menjemput diri

Hikmah di Balik KECELIK

Sore ini adalah jadwalku melingkar. Sejak pagi, aku bimbang. Semalam meringkuk demam, dan hingga siang tadi meski di dalam rumah, aku masih memakai jaket rapat dan sandal kemana-mana. Berasa kedinginan. Bahkan sejak pagi aku sudah mengabarkan pada ‘bu guru’, bahwa siang ini sedang sakit, tapi semoga sore nanti membaikn dan bisa bergabung dengan yang lain.

Sempat juga tergoda untuk nggak usah datang melingkar. Toh alasannya tepat, sakit. Tapi, lalu aku berpikir ulang. Besok kan hari libur. Ayahnya sudah jauh-jauh hari mengajakku untuk pergi keluar, menservice anak-anak yang sedang liburan. Nah, rasanya nggak make sense banget deh yaa, kalau sore ini aku pamit nggak melingkar dengan alasan masih sakit, eh tahu-tahu besok malah outing ke tempat wisata dengan anak-anak. Apa kata dunia? Eh, apa kata akherat?

Akhirnya, dengan berjaket brukut dan bermasker, Bismillah aja, berangkat. Hitung-hitung test case. Kalau sore ini bisa pergi, berarti besok pagi bisa pergi juga membersamai anak-anak jalan-jalan. Karena merasa belum terlalu kuat untuk naik angkutan umum, aku minta mbak-nya untuk mengantar. Sampai di lokasi, pintu rumah ternyata masih tertutup rapat. Aneh nih, gak biasanya. Curiga ada pemberitahuan mendadak, segera kuraih hape. Ealah, ternyata benar. Karena sesuatu hal, jadwal melingkar akan dipindah harinya. Dan sms itu, dilihat dari waktu pengiriman, mestinya kuterima saat aku membonceng motor. Nggak sempat buka-buka hape selama di atas motor. Ya sudahlah, Kecelik judulnya nih. Sempat terbersit rasa kecewa. Ini gimana, sudah dibela-belain biar sakit untuk datang ke sini, kok pemberitahuan digesernya mendadak banget begini? Tapi segera kutepis,”Istighfar Ning, istighfar…”
Untunglah si mbak yang mengantarku belum pergi, jadi langsung bisa mengantar pulang lagi. Segera aku juga sms ke beliau, “Walah sms-nya baru kebaca. Saya sudah sampai di lokasi, bu. Ya sudah saya balik lagi ya. Afwan”.
Ya namanya juga kecelik. Belum rejeki. Tapi yakin kok, pahala nggak kemana. Smsku pun segera berbalas, “Afwan jiddan ya ukhti. Insya Allah malaikat sudah mencatat pahala ibu tanpa berkurang sedikitpun, dan semoga pengorbanan ibu pergi tadi menjadi jalan disembuhkan dari sakit, agar sehat seperti sedia kala. Selamat berlibur dengan keluarga.”
Amiiin, nyesss rasanya mendapatkan balasan sms begitu.

Mendadak aku ingat suatu peristiwa yang hampir sama, tentang kecelik juga. Tapi menimpa teman selingkaran.  Kasusnya memang agak beda sedikit. Teman-teman yang lain sudah tahu bahwa acara hari itu dialihkan, tapi entah jarkom macet di mana, bunda satu ini tak tahu kalau jadwal digeser. Yang jelas dia bukan tanggung jawab jarkomku. Saat dia ke lokasi dan tak menemui seorang pun, barulah dia telpon aku. Sempat terheran-heran kujawab, bahwa acara digeser lain hari. Dari seberang sana, suaranya tampak sangat sedih. Semoga dia tak kenapa-kenapa.
Sepekan berikutnya, saat kami semua bertemu dalam lingkaran, dia curhat. Dengan terisak, dia berkata, “Kok cuma saya yang nggak tahu kalau jadwal digeser. Sepanjang perjalanan pulang kemarin itu, saya mencoba instropeksi, apa kesalahan yang sudah saya lakukan? Mungkin saya melakukan suatu maksiat sehingga saya mendapat teguran seperti ini. Astaghfirullah”.

Kata-katanya membuat kami terpana. Apalagi bagi teman yang memang tugasnya menyampaikan jarkom ke dia (tapi lupa), jelas merasa tidak enak hati, “Subhanallah, tidak ibu. Ini salah saya, saya yang kelupaan mengabari sehingga ibu tidak tahu. Afwan yaa, afwan”.

Sambil turut terisak, dalam hati aku berbisik: indahnya ukhuwah jika masing-masing mencoba melihat ke dalam, look from within, tak mudah menyalahkan orang lain. Dalam hati, ingin sekali aku belajar dari temanku ini, untuk selalu menyikapi kejadian dengan instropeksi diri. Semoga peristiwa kecelik yang kini juga menimpa diriku, menjadi jalan bagiku untuk berinstropeksi, muhasabah diri. Mungkin aku masih kurang banyak dalam tilawah Qur’an, masih bolong-bolong sholat malam, masih kurang puasa sunat, masih kurang sedeqahnya, masih kurang dalam banyak hal perbuatan baik. Atau mungkin aku telah melakukan maksiat yang aku sendiri malu untuk mengakuinya. Astaghfirullah.

Gambar

4 comments on “Hikmah di Balik KECELIK

  1. ida nur Laila
    Desember 24, 2013

    inspirasi penghayatan yang keren. kira-kira semua orang pernah kecelik, hanya yang berhati lapang dan pikiran padang yang bisa mendapat hikmah dari kecelik.makasih bunda.

  2. Meidy Chocolate
    Desember 24, 2013

    aku pernah aku pernah kecelik buk pas kuliah, udah datang2 ke rumah em er jauh-jauh, pas ngangkot macete poll bela-belain ganti angkot takut telat karena jam 8 jadwal liqo, sampe lari2 ke rumah em er pas nyampe rumahnya kok sepi kirain liqo di lt 2, tak ketok2 rumahnya cumana da khadimatnya daaan ternyata em er ku lagi syuro di dpd pas aku hubungin temen aku via telpon lqnya di undur jiaaaaaah udah bela-belain ternyata gak jadi*sempet kecewa sih ngedumel yah tapi lurusin niat lagi hihii 😀

    • muktiberbagi
      Desember 24, 2013

      hihi, ya begitulah ya. perjuangan hati, ujian komitmen 🙂

Tinggalkan Balasan ke muktiberbagi Batalkan balasan

Information

This entry was posted on Desember 24, 2013 by in Curahan Hati.

Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang pos baru melalui surat elektronik.

Bergabung dengan 5.679 pelanggan lain

My Posts